When Dusk No Longer Brings Hopeful Stories



"Aku menyukai senja."  kata-kata itu terucap begitu saja.

Sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Saat-saat matahari terbenam tidak sejelek pemikiran orang tentang hari cepat berlalu, ya.  Senja menarik. Saat langit mendominasi warna abstrak karena bertabrakan dengan warna-warni langit yang mulai berganti secara perlahan, dimana matahari berada pada posisi enam derajat di bawah cakrawala. Aku mengaguminya, sang Senja.

Pernahkah kamu mengenal seseorang yang punya pengaruh besar terhadap dirimu? Aku, pernah. Seingatku, dia adalah lelaki penuh humor di setiap detail kalimat yang terucap. Dia seorang lelaki yang seringkali menunjukkan emotikon manis dan beberapa cerita uniknya. Dia, pemberi inspirasi untuk menulis sebuah puisi berisi kenangan. Dialelaki yang (pernah) memiliki hati ku dalam genggaman tangannya, namun tak pernah di gubrisnya. Dia mirip Senja yang dapat menarik perhatian, hingga aku mampu melihatnya, meski aku tau dia tak melihat ku.

Why does dusk create beautiful memories if you say goodbye afterwards?

Ingatkah kau? Aku masih mengingatnya. Aku masih memahat kisahnya di pelupuk mata ini, dengan jelas. Saat kita saling mengintip lewat beranda dunia maya, sekedar mencari kabar sesama. Kita yang pernah membicarakan keinginan, lalu dengan bodohnya kita saling melupakan. Dan Kita yang pernah saling memahami, sebelum akhirnya memilih untuk pergi. Tentang kita, memang selalu sederhana.
I just trying to give a little distance from what I can't have. And you say, I'm avoiding you.
Kemudian aku mencarimu di tempat kita dulu, namun entah kamu telah berlari kemana, bersama siapa, atau bagaimana. Aku tidak sengaja merindukan pesan singkat yang sang pengirimnya adalah kamu. Ku dapati rindu itu terbalas dengan cuma-cuma, aku mencari kamu yang sekarang bukanlah kamu—yang aku kenal. Apa kabar? Katamu. Sejak kapan ya, kita jadi seformal itu? Rasanya semua terjadi begitu saja. Rasanya, emotikon yang biasa terselip di dalam sebuah pesan singkat itu telah pudar. Rasanya, candaan pun terasa hambar. Kapan terakhir kali kita bersenda gurau dan sering terbahak-bahak karena hal tidak lucu sekalipun? Dua tahun lalu? Agaknya, menyesakkan.

Apakah kau pernah tau seberapa konyolnya aku—berharap kita berdua ada untuk belajar bagaimana cara merajut masa depan sama-sama? Betapa konyolnya aku berharap kita berdua untuk bahagia.

Aku tidak sengaja jatuh cinta diam-diam. Aku tidak sengaja menyadarinya.

Isn't the dusk the more beautiful the color, the sadder the form of separation?

Aku seperti menanti senja kemarin, menyia-nyiakan waktu untuk menunggu kehadiran seseorang yang takkan pernah sama lagi.

Comments

Popular Posts